Jumat, 18 Mei 2012

APAKAH INDONESIA BERNYALI?



Sabtu, 28 Maret 1981, pesawat Garuda Indonesia GA 206 tinggal landas meninggalkan Bandara Talang Betutu, Palembang menuju Medan. Penerbangan Woyla DC 9 tersebut membawa 46 penumpang dengan Captain Herman Rante sebagai pilot. Tiba-tiba Co-pilot Hendhy Juwanto mendengar keributan dari dari arah belakang. Baru saja akan berpaling, seseorang langsung menyeruak ke dalam kokpit sambil berteriak. "Jangan bergerak! Pesawat kami bajak!"

Para pembajak berjumlah lima orang, berbahasa Indonesia dan bersenjatakan pistol, granat dan juga dinamit. Mereka memaksa agar pesawat diarahkan ke Kolombo, Sri Lanka. Permintaan tersebut mustahil dipenuhi oleh pilot karena pesawat tidak membawa bahan bakar yang cukup untuk sampai ke sana. "Terserah! Pokoknya terbangkan sejauh-jauhnya dari Indonesia!" perintah pembajak. Akhirnya pesawat berhasil mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok.

Pembajakan pesawat ini merupakan peristiwa teror pertama berlatarbelakangkan jihad yang mendera republik ini. Tuntutan para pembajak adalah meminta agar Jakarta membebaskan tawanan yang terkait dengan peristiwa Cicendo, komplotan Warman dan Komando Jihad. Di samping itu, para teroris juga meminta uang tebusan sebesar 1,5 juta US. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, mereka mengancam akan meledakkan pesawat beserta para penumpangnya.

Berita pembajakan tersebut segera diterima Jakarta. Opsi penyelesaian dengan menggunakan pendekatan militer segera disetujui Presiden Suharto. Operasi penyelamatan segera disiapkan dengan cermat di bawah kendali Benny Moerdani dan melibatkan pasukan elit Kopassandha (sekarang Kopasus)dengan Sintong Panjaitan sebagai komandannya.


Manakala mendengar rencana operasi militer rahasia tersebut, Duta Besar Amerika Serikat Edward Masters mencoba melakukan lobi pembatalan karena mengkhawatirkan keselamatan warga Amerika yang ada di dalam pesawat. Namun Letjen Benny meresponnya dengan tegas. Perwira bintang tiga yang jarang tersenyum itu menegaskan, "I am sorry, Sir. But this is entirely an Indonesia problem. It is Indonesian aircraft." Ditegaskan pula bahwa Indonesia berhak menempuh cara apapun untuk meringkus pembajak tanpa izin lebih dulu dari Amerika Serikat. Keren kan?

Pasukan elit tersebut segera diberangkatkan ke Bangkok. Setelah kulonuwun terlebih dahulu terhadap Pemerintah Thailand, maka pada tanggal 31 Maret 1981 pukul dini hari, operasi militer segera dilaksanakan. Secara mengejutkan, Letjen Benny Moerdani juga terlibat langsung di lapangan dalam baku tembak di dalam pesawat. Jenderal yang satu ini memang terkenal suka nyrempet-nyrempet bahaya.

Misi penyelamatan itu sukses besar. Tiga orang pembajak berhasil dibunuh sementara dua orang yang lain luka parah. Sementara itu, seorang anggota Kopassandha yaitu Achmad Kirang dan Kapten Pilot Herman Rante juga menjadi korban. Namun yang lebih penting seluruh penumpang berhasil diselamatkan.

Kisah di atas hanya masa lalu ........

Kapal MV Sinar Kudus dibajak perompak Somalia pada tanggal 16 Maret 2011, sekitar 320 mil (512 kilometer)di timur laut Pulau Socotra, Semenanjung Somalia, Afrika. Kapal berbendera Indonesia milik PT Samudera Indonesia (Tbk) itu dalam perjalanan ke Rotterdam, Belanda, dan mengangkut feronikel milik PT Aneka Tambang.

De javu? Bisa jadi. Jika Presiden Suharto saja yang oleh sebagian orang dianggap lalim berani mengambil keputusan yang berani, Presiden SBY dengan latar belakang militer yang disandangnya patut mencoba cara serupa. Memang kondisinya sangat berbeda. Peristiwa Pembajakan Woyla berada di pelupuk mata sehingga relatif gampang ditangani daripada pembajakan MV Sinar Kudus yang terjadi di Laut Arab sana. Namun amanat untuk melindungi segenap bangsa Indonesia seperti yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 tetaplah menjadi harga mati.

Selama ini Pemerintah SBY, diakui atau tidak, telah terbukti lalai dalam melindungi warganya. Keselamatan TKI yang bekerja di luar negeri maupun peristiwa sektarian macam kasus Ahmadiyah dan HKBP telah menjadi catatan buruk bagi Presiden yang dipilih oleh 60% rakyat Indonesia tersebut. Untuk kasus Pembajakan MV Sinar Kudus, Pemerintah tidak boleh lamban atau pun lalai lagi. Apapun caranya, apapun resikonya dua puluh orang ABK tersebut harus kembali ke tanah air dengan selamat.

Cara militer atau diplomasi ....? Semua cara patut ditempuh. Namun bila operasi militer tidak dapat dihindari, bangsa ini harus punya keberanian untuk melakukannya. Angakatan perang Korea Selatan terbukti mampu melakukan operasi militer secara apik dalam menghadapi para perompak itu. Tetangga kita, Malaysia, juga tidak segan-segan menggebuk para bajak laut itu saat kapalnya dibajak di wilayah perairan yang sama. Bukan bermaksud untuk memanas-manasi, namun dengan kemampuan yang dipunyai militer Indonesia, saya percaya angkatan bersenjata kita mampu melakukannya. Harus diingat, militer kita tidak digaji hanya untuk latihan saja. Kini saatnya bagi mereka untuk unjuk gigi sambil menunjukkan harga diri bangsa yang sudah tercabik-cabik selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar